CARA PENGAJARAN DRAMA MENURUT BEBERAPA AHLI
Naskah-naskah
drama besar yang disusun dramawan biasanya sulit dihayati oleh lingkungan
sekolah. Sebagai contoh: "Mega-mega" (Arifin C. Noer),
"Kapai-Kapai" (Arifin C. Noer), "Dag Dig Dug" (Putu
Widjaya), "Joko Tarub" (Akhudiat), "Obrok Owok-owok",
"Ebrek Ewek-ewek" (Danarto), "Opera Kecoa" (Riantiarno),
"Taman" (Iwan Simatupang) dan banyak naskah drama lain yang banyak
dipentaskan oleh para dramawan merupakan drama-drama yang sulit disuguhkan di
sekolah.
Lakon-lakon karya Williams Shakespeare (seperti "Hamlet", "Macbeth", "Saudagar Venesia", dan "Impian di Tengah Musim") terlalu panjang dan disusun dalam bentuk puisi. Perlu ada penyederhanaan atau penyaduran tanpa mengurangi kualitas dramatik lakon-lakon tersebut. Demikiarr juga lakon-lakon tragedi karya Sophodes ("Oedipus Sang Raja", "Oedipus di Kolonus", "Antigone"), karya Samuel Beckettt (Menunggu Godot) dan sebagainya. Muridmurid perlu mengapresiasi dan menghayati lakon-lakon besar dunia (setelah disederhanakan dan lebih singkat).
Lakon-lakon dari cerita rakyat yang bersifat kedaerahan sebetulnya merupakan kekayaan yang perlu digali. Melalui pengkajian cerita rakyat secara seksama, kiranya pembinaan group drama tidak akan kekrungan lakon. Dialog disusun sedemikian sederhana dan komunikatif, dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan pementasan di sekolah. Cerita-cerita kedaerahan yang cukup kuat, misalnya: Sri Tanjung, Panji Semirang, Ken Arok, Ande-ande Lumut, Bansacara-Ragapadmi, Ait-langga, Anusapati, Damarwulan atau Minak Jinggo, Warok Suromenggolo (Jawa Timur); Roro Mendut, Ki AgengMangir, Aryo Penangsan, Joko Tingkir, Mahesa Jenar (Nogo Sosro Sabuk Inten), Raden Mas Said, Roro Jonggrang (Jawa Tengah), LutungKasarung (Putri Purbosari), MundingLaya, Kamandaka, Sang Kuriang, Si Kabayan, Prabu Siliwangi (Jawa Barat), Calon Arang (Bali), Malin Kundang, Lebai Malang, Pan Pandir (Minangkabau), dan sebagainya.
Lakon-lakon dari cerita Seribu Sam Malam seperti Sinbad, Ali Baba, Putri Jauhar Manik, Aladirr dengar7 Lampu Wasiat, dan Abu Nawas dapat ditata menjadi cerita drama yang menarik untuk dipentaskan.
Beberapa laitihan yang dapat dilaksanakan pada pembelajaran drama di sekolah antara lain:
a. Latihan Membaca Drama
Teks drama adalah wacana dialog yang berbeda-beda dengan teks prosa. Wacana dialog lebih sulit dibaca (dipahami) karena dialog tokohtokoh yang satu dilengkapi oleh tokoh yang lain. Wacana dialog seorang tokoh belum tentu men.ipakan kalimat utuh yang memiliki maksud lengkap. Demikian juga jawaban tokoh lainnya bukan merupakan kalimat lengkap.
b. Latihan Mendengarkan Drama
Teks drama dapat juga dibaca di depan kelas oleh beberapa murid (sesuai dengan kebutuhan peran yang ada). Murid-murid lain mendengarkan, mencatat tema dan isinya, dan berusaha untuk dapat menanggapi hasil kegiatan mendengarkan itu.
Guru dapat juga memberikan tugas untuk mendengarkan drama radio atau drama televisi (dari kaset, video, atau televisi). Tema, isi, dan cerita harus dipahami oleh siswa sebagai bahan diskusi kelas atau membuat resensi.
Guru dapat juga memberi tugas kepada murid untuk menonton pertunjukan drama. Mereka diberi tugas untuk mencatat isi, pembicaraan, tema, dan cerita drama tersebut. Hasil aktivitas ini dapat digunakan untuk resensi (menulis).
c. Latihan Menulis
Latihan menulis yang berkaitan dengan pembelajaran drama dapat berupa menulis teks drama (sederhana), menulis sinopsis drama, menulis saduran drama, dan menulis resensi (teks drama ataupun pementasan drama). Tugas menulis itu dapat individual dan dapat juga kelompok. Hasilnya dapat dilaporkan kepada guru secara tertulis, dapat juga dibaca di depan kelas.
d. Latihan Wicara
Untuk latihan wicara dapat dilaksanakan dengan menceritakan isi singkat drama di depan kelas dan pendramaan teks drama. Dengan pendramaan itu, dapat dibina kelancaran berbicara. Latihan wicara ini dapat juga dilakukan dengan pengkasetan dialog seperti dalam drama radio. Dalam hal ini, penjiwaan terhadap peran yang dibawakan perlu dilatih secara baik. Karena itu, kelancaran berwicara dapat dilatih melalui pentas atau pengkasetan drama.
Untuk keperluan latihan pemahaman dan penggunaan bahasa, pementasan drama lebih lengkap. Dalam pentas drama, siswa terlibat aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Oleh karena itu, prinsip prinsip dramatisasi (dalam arti drama pentas) banyak digunakan untuk diaplikasikan dalam metode mengajar yang sifatnya baru (inovatif).
Lakon-lakon karya Williams Shakespeare (seperti "Hamlet", "Macbeth", "Saudagar Venesia", dan "Impian di Tengah Musim") terlalu panjang dan disusun dalam bentuk puisi. Perlu ada penyederhanaan atau penyaduran tanpa mengurangi kualitas dramatik lakon-lakon tersebut. Demikiarr juga lakon-lakon tragedi karya Sophodes ("Oedipus Sang Raja", "Oedipus di Kolonus", "Antigone"), karya Samuel Beckettt (Menunggu Godot) dan sebagainya. Muridmurid perlu mengapresiasi dan menghayati lakon-lakon besar dunia (setelah disederhanakan dan lebih singkat).
Lakon-lakon dari cerita rakyat yang bersifat kedaerahan sebetulnya merupakan kekayaan yang perlu digali. Melalui pengkajian cerita rakyat secara seksama, kiranya pembinaan group drama tidak akan kekrungan lakon. Dialog disusun sedemikian sederhana dan komunikatif, dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan pementasan di sekolah. Cerita-cerita kedaerahan yang cukup kuat, misalnya: Sri Tanjung, Panji Semirang, Ken Arok, Ande-ande Lumut, Bansacara-Ragapadmi, Ait-langga, Anusapati, Damarwulan atau Minak Jinggo, Warok Suromenggolo (Jawa Timur); Roro Mendut, Ki AgengMangir, Aryo Penangsan, Joko Tingkir, Mahesa Jenar (Nogo Sosro Sabuk Inten), Raden Mas Said, Roro Jonggrang (Jawa Tengah), LutungKasarung (Putri Purbosari), MundingLaya, Kamandaka, Sang Kuriang, Si Kabayan, Prabu Siliwangi (Jawa Barat), Calon Arang (Bali), Malin Kundang, Lebai Malang, Pan Pandir (Minangkabau), dan sebagainya.
Lakon-lakon dari cerita Seribu Sam Malam seperti Sinbad, Ali Baba, Putri Jauhar Manik, Aladirr dengar7 Lampu Wasiat, dan Abu Nawas dapat ditata menjadi cerita drama yang menarik untuk dipentaskan.
Beberapa laitihan yang dapat dilaksanakan pada pembelajaran drama di sekolah antara lain:
a. Latihan Membaca Drama
Teks drama adalah wacana dialog yang berbeda-beda dengan teks prosa. Wacana dialog lebih sulit dibaca (dipahami) karena dialog tokohtokoh yang satu dilengkapi oleh tokoh yang lain. Wacana dialog seorang tokoh belum tentu men.ipakan kalimat utuh yang memiliki maksud lengkap. Demikian juga jawaban tokoh lainnya bukan merupakan kalimat lengkap.
b. Latihan Mendengarkan Drama
Teks drama dapat juga dibaca di depan kelas oleh beberapa murid (sesuai dengan kebutuhan peran yang ada). Murid-murid lain mendengarkan, mencatat tema dan isinya, dan berusaha untuk dapat menanggapi hasil kegiatan mendengarkan itu.
Guru dapat juga memberikan tugas untuk mendengarkan drama radio atau drama televisi (dari kaset, video, atau televisi). Tema, isi, dan cerita harus dipahami oleh siswa sebagai bahan diskusi kelas atau membuat resensi.
Guru dapat juga memberi tugas kepada murid untuk menonton pertunjukan drama. Mereka diberi tugas untuk mencatat isi, pembicaraan, tema, dan cerita drama tersebut. Hasil aktivitas ini dapat digunakan untuk resensi (menulis).
c. Latihan Menulis
Latihan menulis yang berkaitan dengan pembelajaran drama dapat berupa menulis teks drama (sederhana), menulis sinopsis drama, menulis saduran drama, dan menulis resensi (teks drama ataupun pementasan drama). Tugas menulis itu dapat individual dan dapat juga kelompok. Hasilnya dapat dilaporkan kepada guru secara tertulis, dapat juga dibaca di depan kelas.
d. Latihan Wicara
Untuk latihan wicara dapat dilaksanakan dengan menceritakan isi singkat drama di depan kelas dan pendramaan teks drama. Dengan pendramaan itu, dapat dibina kelancaran berbicara. Latihan wicara ini dapat juga dilakukan dengan pengkasetan dialog seperti dalam drama radio. Dalam hal ini, penjiwaan terhadap peran yang dibawakan perlu dilatih secara baik. Karena itu, kelancaran berwicara dapat dilatih melalui pentas atau pengkasetan drama.
Untuk keperluan latihan pemahaman dan penggunaan bahasa, pementasan drama lebih lengkap. Dalam pentas drama, siswa terlibat aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Oleh karena itu, prinsip prinsip dramatisasi (dalam arti drama pentas) banyak digunakan untuk diaplikasikan dalam metode mengajar yang sifatnya baru (inovatif).
DELAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN GURU
Untuk dapat
melaksanakan proses belajar mengajar semacam ini, ada beberapa strategi
mengajar yang disarankan untuk dapat diimplementasikan oleh guru dalam proses
pembelajaran, yaitu :
(1).
Menggunakan alat peraga.
Penggunaan alat peraga
yang berwujud benda nyata, membantu anak untuk memahami suatu konsep.
Penggunaan alat peraga dengan berbagai cara, observasi terhadap alat peraga dan
melihat reaksi yang terjadi pada alat peraga melatih anak untuk mengembangkan
daya fikir, nalar sekaligus melatih keterampilan fisiknya.
(2).
Modifikasi alat peraga.
Dengan alat peraga yang disediakan, guru dapat melakukan kegiatan bersama siswa terhadap alat peraga tersebut. Ada empat pendekatan yang dapat diterapkan dalam mempergunakan alat peraga. Tiap pendekatan dapat dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Dengan alat peraga yang disediakan, guru dapat melakukan kegiatan bersama siswa terhadap alat peraga tersebut. Ada empat pendekatan yang dapat diterapkan dalam mempergunakan alat peraga. Tiap pendekatan dapat dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Pendekatan pertama
dilakukan dengan berbuat terhadap suatu objek dan melihat bagaimana objek itu
bereaksi. Pendekatan kedua, berbuat terhadap suatu objek untuk menghasilkan efek
yang diinginkan. Pendekatan ketiga, membangun kesadaran begaimana seseorang
dapat menghasilkan efek yang diinginkan dan pendekatan ke empat melakukan
penjelasan terhadap kegiatan yang baru dilakukan.
(3).
Memperkenalkan kegiatan yang layak dan menarik.
Lakukanlah kegiatan yang menarik sesuai keinginan siswa. Jangan memaksakan suatu kegiatan dan berikanlah kebebasan kepada siswa untuk menolak atau menerima saran-saran yang diajukan. Proses belajar akan berjalan baik bila siswa terlibat secara langsung.
Lakukanlah kegiatan yang menarik sesuai keinginan siswa. Jangan memaksakan suatu kegiatan dan berikanlah kebebasan kepada siswa untuk menolak atau menerima saran-saran yang diajukan. Proses belajar akan berjalan baik bila siswa terlibat secara langsung.
(4).
Menciptakan pertanyaan-pertanyaan, masalah-masalah dan pemecahannya.
Metode pembelajaran saat ini sudah-mulai diarahkan pada kemampuan memecahkan permasalahan. Tetapi jarang diterapkan pentingnya perumusan masalah dan penciptaan pertanyaan permasalahan. Penciptaan pertanyaan dan perumusan masalah akan melatih siswa untuk mengenali permasalahan yang timbul di sekelilingnya dan berusaha untuk memecahkan masalah yang ada. Konstruksi pertanyaan dan permasalahan merupakan bagian paling penting dan kreatif yang diabaikan dalam pendidikan ilmu pengetahuan.
Metode pembelajaran saat ini sudah-mulai diarahkan pada kemampuan memecahkan permasalahan. Tetapi jarang diterapkan pentingnya perumusan masalah dan penciptaan pertanyaan permasalahan. Penciptaan pertanyaan dan perumusan masalah akan melatih siswa untuk mengenali permasalahan yang timbul di sekelilingnya dan berusaha untuk memecahkan masalah yang ada. Konstruksi pertanyaan dan permasalahan merupakan bagian paling penting dan kreatif yang diabaikan dalam pendidikan ilmu pengetahuan.
(5).
Mengajak siswa untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat di-ajarkan secara langsung, per-kembangkannya dapat distimulasi melalui interaksi dengan siswa pada tingkat yang sama. Para siswa hendaknya dianjurkan untuk memiliki pendapat sendiri, mengemukakannya, mempertahankannya dan merasa bertanggung jawab atasnya. Hal ini akhirnya memupuk ekuilibrasi, konstruktif dan membuat para siswa lebih cerdas dan termotivasi untuk terus belajar dibandingkan dengan belajar untuk jawaban benar saja.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat di-ajarkan secara langsung, per-kembangkannya dapat distimulasi melalui interaksi dengan siswa pada tingkat yang sama. Para siswa hendaknya dianjurkan untuk memiliki pendapat sendiri, mengemukakannya, mempertahankannya dan merasa bertanggung jawab atasnya. Hal ini akhirnya memupuk ekuilibrasi, konstruktif dan membuat para siswa lebih cerdas dan termotivasi untuk terus belajar dibandingkan dengan belajar untuk jawaban benar saja.
(6).
Menghindari istilah – istilah teknis dan menekankan untuk berfikir.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya gagasan/ide para siswa pada tingkat perkembangan yang tinggi. Tetapi istilah-istilah teknis dalam pembelajaran seringkali merintangi alam fikir mereka karena mereka terpaku pada satu istilah saja tanpa memahami konsep dasar istilah tersebut.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya gagasan/ide para siswa pada tingkat perkembangan yang tinggi. Tetapi istilah-istilah teknis dalam pembelajaran seringkali merintangi alam fikir mereka karena mereka terpaku pada satu istilah saja tanpa memahami konsep dasar istilah tersebut.
(7).
Menganjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
Ada kalanya siswa membandingkan hal yang salah namun mereka hendaknya tetap dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Sebagian intuisi mereka mungkin ada yang salah dan ada Juga yang benar. Yang perlu dilakukan ialah menelusuri ide yang mereka miliki dan mengkoordinasikannya agar para siswa terbiasa dengan proses berpikir itu sendiri.
Ada kalanya siswa membandingkan hal yang salah namun mereka hendaknya tetap dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Sebagian intuisi mereka mungkin ada yang salah dan ada Juga yang benar. Yang perlu dilakukan ialah menelusuri ide yang mereka miliki dan mengkoordinasikannya agar para siswa terbiasa dengan proses berpikir itu sendiri.
(8).
Perkenalan ulang (reintroduce).
Kegiatan yang dilakukan diatas diharapkan dapat merangsang daya tarik siswa terhadap suatu pelajaran. Dengan demikian konsep yang diajarkan haruslah mengaju pada materi yang dapat membantu siswa dalam memahami dunianya.
Kegiatan yang dilakukan diatas diharapkan dapat merangsang daya tarik siswa terhadap suatu pelajaran. Dengan demikian konsep yang diajarkan haruslah mengaju pada materi yang dapat membantu siswa dalam memahami dunianya.
Dunia anak yang
dimaksud ialah segala sesuatu yang dihadapi anak baik di rumah, di sekolah
maupun di tempat bermain. Berkaitan dengan pengajaran di sekolah dasar, dunia
anak merupakan segala sesuatu yang ada di masyarakat atau gejala-gejala sosial
yang berada di sekitar lingkungan anak baginya merupakan pertanyaan yang ingin
dipecahkan dan akan segera dijawab dengan pengajaran yang berkenaan.
Sehubungan dengan hal
tersebut, pemilihan metode mengajar pun harus sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dan membuat suasana belajar yang menyenangkan. Setiap kali
mengajar, sesuai dengan pendekatan konstruktivisme, guru hendaknya menggunakan
appersepsi untuk mengungkapkan pengetahuan awal siswa.
Hal ini akan
mampermudah proses pembelajaran karena guru telah terlebih dulu mengetahui apa
yang sudah ketahui oleh siswa sehingga dengan mudah guru dapat menyampaikan
materi yang baru. Semoga.
A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Drama
Manusia
adalah makhluk yang sanggup mengenal dan berbuat susila. Manusia mempunyai
sifat dapat salah, tetapi dapat diperbaiki atau mendekati baik. Oleh karena itu
manusia merupakan makhluk yang
dapat dididik (animal
educadice) dan yang harus mendapat pendidikan (animal educandum) (Brahim,
1968:129). Sebagai makhluk susila, manusia sanggup mengenal kaidah-kaidah
susila dan mengambil keputusan susila serta bertindak melaksanakan keputusan
itu.
Hal yang
perlu diperhatikan bahwa kesanggupan untuk berbuat susila dan mengambil
keputusan susila tidak serta merta secara langsung dimiliki oleh manusia. Untuk
dapat melakukan perbuatan di atas sejak dini seorang anak harus sudah
dikenalkan dengan norma-norma susila. Salah satu cara pengenalan tersebut dapat
dilakukan melalui pendidikan.
Pemahaman
nilai-nilai serta unsur-unsur budi pekerti dapat dilakukan melalui pendidikan
agama. Di samping melalui pendidikan agama, perlu diperhatikan juga pendidikan
kesenian dalam upaya penanaman nilai-nilai dan norma tersebut. Kegiatan
kesenian merupakan salah satu upaya mempersiapkan siswa agar tidak merasa
canggung terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pentingnya
pendidikan dalarr penanaman nilai-nilai dan pembentukan tingkah laku, (1993:
49) mengemukakan suatu fenomena yang pendidikan di jenjang Taman
Kanak-Kanak.
TK
bukanlah sekolah kesenian, bukanlah pula suatu akademi yang diharapkan
menghasilkan seniman kreatif, namun tampaknya kegiatan yang sangat menonjol
sehari-hari di sekolah adalah usaha kegiatan
mendorong murid-muridnya agar mau, berani, dan mampu menyatakan diri dalam
berbagai bentuk kesenian. Di sini siswa didorong untuk mengekspresikan diri
(Sapardi, 1993:49-50).
Termasuk
dalam kalimat tersebut salah
satunya adalah pengajaran sastra, khususnya drama. MeIalui pendidikan
pengenalan dan pemahaman terhadap drama, agar dapat
memperkaya siswa sebagai pribadi dalam
keberadaannya di antara sesamanya, antara siswa satu dengan siswa yang lain.
Mengingat, bahwa kesenian dalam proses Sapardi Joko Damono menarik yaitu
tentang proses sumber penulisan drama adalah segala permasaiahan dan konflik
yang dialami manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apa yang ada dalam
drama merupakan cermin dari kehidupan nyata. Dengan memahami dan mengapresiasi
permasalahan yang disampaikan dalam drama, siswa dilatih untuk memecahkan
masalah, yang mungkin akan ditemui dalam kehidupan di masyarakat nanti.
Ditinjau
dari segi perkembangan jiwa, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada
tahap yang disebut tahap realistik (Rahmanto, 1988:30). Dari segi usia., anak
SMP berada pada usia antara 12 - 15 tahun. Pada masa ini anak-anak sudah
benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau
apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha mengetahui dan siap mengikuti
dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalal? masalah daiam kehidupan
nyata.
Sesuai
dengan perkembangan jiwa dan perkembangan kemampuan bersosialisasi dengan
masyarakat, maka penyelenggaraan pengajaran drama di sekolah mempunyai arti
bagi pemupukan sikap hidup bergotong royong dan belajar tanggung jawab. Siswa
perlu dilatih untuk hidup secara bersama dan bertanggung jawab terhadap
kewajiban yang diserahkan kepadanya. Dilatih untuk hidup mandiri, belajar
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan.
Selanjutnya,
menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Brahirn, 1968:155), sandiwara(drama) merupakan
alat pendidikan yang baik. Dalam sandiwara itu
terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius
(uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat).
(Brahim, 1968:155).
Secara
terperinci Brahim (1968:161) mengemukakan nilai-nilai pendidikan yang terdapat
dalam pengajaran drama, yaitu:
1.
melibatkan para pelajar pada persoalan hidup,
2.
memberi kesempatan "biidung",
3.
para pelajar dapat memperdekatkan nilai-nilai
kehidupan yang perlu bagi dirinya ndiri,
4.
dapat menghargai golongan lain,
5.
rnempunyai peranan dalam pernbentukan pribadi
sendiri,
6.
merupakan latihan memperguoakan bahasa dengan
teratur dan baik,
7.
melatih anak berpikir cepat,
8.
melatih pelajar-pelajar yang lain sebagai
penonton,
9.
murid-rnurid dapat mengerti secara
intelektual dan merasakan persoalan social psycholgis itu,
10.
menimbulkan diskusi yang hidup, dan
11.
mendidik berani mengemukakan pendapat.
12.
menghargai pendirian orang lain.
Kembangkan Kreativitas Siswa
Manusia
sering disebut juga "homo sapiens", yaitu makhluk yang suka berpikir,
mempertirqbangkan, menilai dan mengevaluasi. Di samping itu manusia juga
dikenal sebagai "homo tudens", yaitu makhluk yang suka berimajinasi,
bermain dan berkreasi (Darma, 1990). Dari sifat-sifat itulah dimungkinkan
Dengan
kreativitas, pemikiran manusia selalu menjadi dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman. Manusia selalu mencari kemungkinan-kemungkinan untuk
meningkatkan diri, Manusia kreatif adalah manusia yang selalu mempertanyakan
sesuatu, menyangsikan sesuatu, karena merasa yakin bahwa dibalik apa yang
diketahui ada sesuatu yang tidak diketahui. Naluri keingintahuan itulah yang
mendorong manusia mengembangkan potensi kreativitas diri. Semua itu juga
terjadi pada diri siswa. Oleh karena itu, potensi kreativitas yang dimiliki
oleh siswa perlu mendapatkan perhatian dan disalurkan dengan baik.
Menurut
Munandar (1993:20), proses kreatif merupakan suatu fenomena intrapsikis, dan
bagian dari suatu sistem terbuka. Dalam arti bahwa, kreativitas bukanlah
semata-mata p~mbawaan sejak lahir yang melekat pada iiiri seseorang.
Kreativitas dapat ditumbuhkan melalui penciptaan suasana, masukan dari dunia
luar dan sangat dibantu dan dimudahkan oleh iklim atau lingkungan yang tepat.
Proses kreatif adalah suatu proses yang mulai kelihatan
sejak kecil, sejak kesdaran pertama. Faktor lingkungan pun merupakan hal yang
sangat penting bagi pertumbuhan kreativitas seorang anak. Masa kecil adalah
pesemaian bagi intuisi kreatif (Gerson Poyk dalam Eneste, 1984:71).
Pendidikan
sebagai institusi formal merupakan lingkungan yang kandusif dalam
menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar dapat tercipta kondisi yang
detnikian, pelaksanaan proses belajar mengajar sedapat mungkin dipusatkan psda
aktivitas belajar siswa. Siswa secara langsung mengalami keterlibatan
intelektual dan emosional dalam proses belajar mengajar.
Salah satu
komponen dalam pendidikan formal tersebut adalah pengajaran sastra (temasuk
drama). Pengajaran drama yang diberikan seuara problematis dan menekankan pada
aktivitas bersastra, akan dapat mengembangkan kreativitas siswa. Bersastra
artinya melakukan proses kreatif menikmati dan dapat juga mencipta sastra
secara aktif. Dengan demikian akan terjadi keterlibatan mental spiritual siswa
terhadap karya sastra. Di sinilah guru memegang peranan penting dalam posisinya
sebagai pengajar untuk menciptakan suasana yang kondusif agar dapat memberi
kesempatan siswa mengembangkan diri.
Drama
sebagai karya sastra, merupakan pengungkapan dunia batin pengarang yang
merefleksikan kebebasan pribadi dalam berkreasi. Penghayatan terhadap kebebasan
pribadi akan mendcrong pembaca (siswa) untuk bersikap kreatif. Drama juga
menampilkan tokoh dengan segala problema, watak, kejadian dan konflik. Semua
itu diatasi dengan cara kreatif oleh pengarang. Seseorang yang terlibat dalam
drama akan menghayati penemuan-penemuan baru, kemungkinan-kemungkinan baru
sehingga berpengaruh terhadap jiwa kreativitasnya.
Melalui kegiatan ekspresi yang berupa
pementasan drama, suasana yang kondusif benar-benar tercipta untuk menumbuhkan
kreativitas siswa. Pada saat melakukan kegiatan pementasan itulah siswa yang
satu dengan siswa yang lainnya saling berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog
dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan
dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan
pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan
merasakan pengaruh nilia-nil`i drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang
mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang
sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman
menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu,
siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi,
tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan
selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan
kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata
kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
Idealnya agar siswa dapat mempunyai kesempatan
lebih luas, sebaiknya pengajaran drama tidak hanya melalui kegiatan
intrakurikuler dan kokurikuler, tetapi ditunjang dengan kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler akan memperkaya dan memperluas
wawasan, pengetahuan, peningkatan nilai dan sikap siswa dalam menerapkan
pengatahuan dan kemampuan yang telah dipelajari. Apabila proses pengajaran
drama dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan efektif, akan memberi kesempatan
siswa untuk terlibat dalam proses berapresiasi dan berekspresi drama. Hal yang
perlu ditekankan adalah bagaimana agar sekolah tetap dapat menjadi tempat
pesemaian potensi-potensi kreatif siswa lainnya saling berinteraksi dengan
berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan
dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan
pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan
merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang
mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang
sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman
menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu,
siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi,
tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan
selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan
kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata
kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
C. Prosedur Pembelajaran Apresiasi Drama
Apakah
beda antara drama dan novel? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sapardi (1983:150)
menyebut satu hal, yaitu drama dimaksudkan untuk dibawa ke pentas sedangkan
novel untuk dibaca. Istilah drama secara umum mengandung pengertian semua
bentuk pertunjukan yang bnersifat peniruan atau menirukan sesuatu (imitation of
life action). Di dalam kesusastraan, secara khusus drama merupakan bentuk
cerita yang digubah dan disusun untuk dimainkan atau dilakonkan. Seluruh cerita
atau lakon drama disusun dalam bentuk dialog atau percakapan antar pelaku.
Dari uraian di atas tampak bahwa drama
mempunyai dua dimensi, yaitu
1)
|
sebagai
|
seni sastra, dan sebagai seni pentas
|
2)
|
sebagai
|
seni sastra drama adalah bacaan
sedangkan
|
|
sebagai
|
seni pentas drama adalah suatu pertunjukkan
atau tontonan.
|
Dengan
memperhatikan kedudukan drama yang demikian itu, memberi penjelasan bahwa drama
bukan merupakan seni yang berdiri sendiri (individual). Dalam suatu pementasan
drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama
dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai
seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga
merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk
kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni
lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung),
seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam
memberi ciri drama.
Unsur
utama yaqg terdapat daiam drama adalah lakuan. Hal itu bertolak dari wawasan
klasik yang dinyatakan oleh Aristoteles yakni drama adalah tiruan dari
kehidupan (imitcrllon of life ent action) (Ichsan; 1990:214). Sebagai suatu
realita, drama adalah cerita mengenai koriflik dalam kehidupan manusia.
Memahami drama pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan upaya memahami manusia,
yuang melalui prosws atau tahapan-tahapan. Selanjutnya secara rinci disajikan
tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama. Tahapan tersebut, yaitu:
1.
pelacakan pendahuluan,
2.
penentuan sikap praktis,
3.
introduksi,
4.
penyajian,
5.
diskusi,
6.
dan pengukuhan (Rahmanto, 1988:43).
Pada tahap
pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah drarna
yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami tema,
hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan sejumlah
bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna yang
akan dibahas bersama siswa.
Pada tahap
penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang akan
ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu
mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama,
peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk
mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan
dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah.
Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan
isinya.
Tahap
introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada
penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat
pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran,
pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema
atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan
pengajaran. Setelah melakukan introduksii atau
pengantar, guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan
strategi yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan.
Pada tahap penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa
pertemuan yang diperlukan untuk membahas drama tersebut.
Tahap
selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa
mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat
memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi
dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan
sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang
mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan
pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri
siswa.
Contoh Pengajaran Drama
Sebagai bahan latihan,berikut ini disajikan
contoh pengajaran drama sesuai dengan tahapan-tahapn di atas. Drama yang
dijadikan bahan pengajaran berjudul "Desir Cemara di Tingkap", karya
Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan
oleh Balai Bahasa Yogyakarta.
1) Pelacakan Pendahuluan
Drama ini
bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan
sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap
untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin
ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan
bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik
k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.
Hidup ini
adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masing-masing.
Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara
dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan
dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup
masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.
Drama ini
bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk mencelakai
Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan milik Si
Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain akrobatik.
tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan agar Si Buruk
terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar oleh Si Manis.
Pelaku dalam drama ini berjumlah 10 orang.
Peran-peran yang ada adalah
1.
Si Tua,
2.
Si Buruk,
3.
Si Manis,
4.
Si Centil,
5.
Si Pincang,
6.
Si Beo,
7.
bak Yu,
8.
Barfa,
9.
Pedro,
10.
Natalia.
Ditambah
satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita
dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.
1.
Penentuan Sikap Praktis
Naskah
drama yang herjudul "Desir Cemara di tingkap" adalah naskah yang
masuk nominasi sepuluh besar pada lomba penulisan naskah yang diselenggarakan
oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Dengan mempertimbangkan proses penjurian dan
kriteria penilaian, dapat dijadikan salah satu ukuran bahwa naskah drama ini
dapat digunakan sebagai bahan pengajaran.
Setelah
guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru
menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan
identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat
Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan.
Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si
Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang
lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai
dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu
dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan
sebaginya.
Pada tahap
penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang efektif agar
siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu yang dapat
dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di rumah, bisa
seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah pernah tahu dan
mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.
3. Introduksi
Tahap
introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada
penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat
pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan
sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.
4. Penyajian
Setiap
siswa sudah membaca dan mempelajari naskah drama di rumah.
Pada saat di kelas, guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi
peraga dan membaca di depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada
bagian yang menarik baik dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang
dipilih yang dapat membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan
dengan pembacaan secara bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini,
sambil dibayangkan kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus
dibaca. Bagaimana suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut.
Apabila terjadi kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung memberikan
pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan
saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari
guru.
Kemudian
guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba
dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh
beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan
adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih
mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi
pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan.
Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih
dibutuhkan.
5. Diskusi
Setelah
diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk
membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan
sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap
dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung
belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah
drama tersebut.
Pada tahap
diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah membangkitkan
partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan bahan
diskusi.
1.
Megapa tiba-tiba Si Pincang marah-marah?
2.
Siapakah yang dipilih Si Bos untuk bermain
akrobatik tali pada malam itu?
3.
Apakah pekerjaan mereka sehari-hari?
4.
Apakah rnaksud Si Beo dengan mengatakan bahwa
hidup ini penuh dengan permaianan?
5.
Si Beo juga berkata bahwa hidup ini
sandiwara. Apa maksudnya?
6.
Mengapa kita tidak boleh membenci dan
mendendam?
7.
Siapakah yang bersekongkol untuk mencelakai
Si Buruk?
8.
Mengapa Carla ingin pulang kampung?
9.
Bagaimanakah watak Si Centil?
10.
Bagiamanakah akhir cerita drama ini?
11.
Mungkinkah peristiwa yang dialami tokoh-tokoh
dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari?
12.
Jika Anda mengalami masalah seperti yang
dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?
6. Pengukuhan
Dalam proses
belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang telah diperoleh
siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu sejumlah
informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada akhirnya
siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.
Pada tahap
pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n oleh
guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai, yang
ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti masalah
tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang harus
dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi masalah
seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat mengidentifikasikan
dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam drama. Hal yang
berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu mendapat perhatian
dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan dengan ,memberi
penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang sudah
dipelajari bersama.
D. Proses Pementasan Drama
1. Pengantar
Pada
akhirnya puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai
dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses
belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif
atau pemahaman tetapi juga diupayakan ke arah produktif-kreatif. Untuk
kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian
pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh
kelengkapan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat
rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar
setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat
rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan
pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai
sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana.
Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya,
tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat
lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.
b. Pemilihan Naskah
Naskah
yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk
dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan
dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim,
1968:158). Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan
terutama ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar
dan tidak berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang
tidak mungkin dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai
dengan kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa,
pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup,
lancar, dan cair.
Barangkali
permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit
mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya
seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila.
memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan
melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan
apresiasi sederhana.
Pada prinsipnya untuk mengatasi kekurangan
naskah, guru harus dapat rtindak kreatif. Bahkan juga sangat mungkin guru
membuat naskah sendiri.
Dalam pembuatan naskah
itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting, sebagai guru jangan
cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk melakukan pembelajaran
apresiasi drama.
c. Penentuan Pemain
Sesuai
dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka
pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat
terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain
atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat
menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan
fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan
dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru
harus sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter
tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan
siapa sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan
pendahuluan. Sebagai contoh, untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang
metniliki postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk
tokoh seorang guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan
sebagainya.
Di samping
masalah pemain,
hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat kerja. Drama merupakan
pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni pentas. Oleh karena itu,
selayaknya dalam proses pementasan ini juga dikembangkan organisasi pelaksana
pementasan yang mencerminkan kepaduan seni tersebut (Ardiana, 1993:231}.
Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa untuk ber!atih bekerja sama dan
bertanggung jawab terhadap tugas masing-masing.
d. Latihan-Latihan Dasar Drama
Sebelum
masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa
juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan
dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi
1.
latihan gerak,
2.
latihan suara/bunyi, dan
3.
latihan akting.
Seorang
pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai
urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan
yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak
agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh.
Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan
rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan
latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek
berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan
sesuatu.
Sehubungan
dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan
perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan
perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang
jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya.
Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di
daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang
dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengung
organ tenggorokan. Ikutilah urutan latihan
berikut ini vokal dan konsonan tertentu.
1.
Menguaplah dengan bebas; terasa tenggorokan
terbuka dan tidak tegang
2.
Tariklah nafas dalam-dalam, rahang tetap
rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar. Kemudian
hembuskan nafas perlahan.
3.
Katatan: Aku dapat berkata seolah-olah aku
akan menguap. Dengarlah aku berkata seolah-olah aku akan menguap.
4.
Ucapkanlah lo-la-le-la-lo dengan lambat laun
bertenaga untuk tiap pengulangan. Bunyi huruf hidup harus jelas. Rahang rileks.
Kemudian nyanyikanlah. Tinghatkan volume suara dengan bernafas dalam-dalam,
namun tenggorokar. jangan tegang.
5.
Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o berulang-ulang
terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan ditambah. Ulangi terus
dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara sampai puncak volume dan
kecepatan suara Anda. Pada saat latihan di alam terbuka seperti di pantai,
ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya seakan-akan Anda ingin
mengalahkan suara deburan ombak.
Selanjutnya
latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog
teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi
wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang
memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa
dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan
sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.
e. Pementasan dan Evalauasi
Hari
pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas.
Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan
pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan
pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya.
Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil
pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau
meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan
kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.
Yang perlu
diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka pembelajaran
drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan untuk mencetak
aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik berkembang
menjadi manusia yang matang seutuhnya (Ardiana, 1993:232). Oleh karena itu,
bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama adalah agar
siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam rangka mencari
pengalaman baru.